IMMNews Faperta, MAKASSAR – Setiap tanggal 22 April, dunia memperingati Hari Bumi sebagai bentuk penghormatan terhadap planet yang menjadi rumah bagi seluruh makhluk hidup. Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan sebuah momentum penting untuk meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga dan merawat lingkungan hidup. Tahun 2025 menandai peringatan ke-55 Hari Bumi, dengan mengusung tema global yang menggugah: “Our Power, Our Planet” atau dalam bahasa Indonesia, “Kekuatan Kita, Planet Kita”. Tema ini mengajak seluruh elemen masyarakat dari individu, komunitas, organisasi masyarakat sipil, hingga pemerintah dan pelaku industri untuk bersatu padu mendukung energi terbarukan dan menggalang gerakan global dalam mengatasi perubahan iklim dan krisis lingkungan lainnya. Target besar yang ingin dicapai adalah melipatgandakan produksi energi bersih dan terbarukan secara global pada tahun 2030.
Perubahan iklim telah menjadi ancaman eksistensial bagi kehidupan di planet ini. Fenomena ini bukan lagi sebatas isu akademis atau perdebatan politis, melainkan telah menunjukkan dampaknya secara nyata di berbagai belahan dunia. Kenaikan suhu global yang drastis menyebabkan mencairnya lapisan es di kutub utara dan selatan, yang pada gilirannya berdampak pada naiknya permukaan laut. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1993, lapisan es di Greenland saja telah kehilangan sekitar 270 miliar ton massa es setiap tahunnya.
Dampak dari pencairan es ini sangat luas. Naiknya permukaan air laut mengancam eksistensi wilayah pesisir dan negara-negara kepulauan. Sebagai contoh, komunitas suku Guna di Panama terpaksa harus meninggalkan tanah kelahiran mereka karena pulau tempat tinggal mereka tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Mereka kini menjadi pengungsi iklim sebuah fenomena baru yang mencerminkan kompleksitas dan kedaruratan krisis iklim.
Selain itu, bencana alam seperti banjir bandang, badai tropis, kekeringan ekstrem, dan kebakaran hutan kini terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih tinggi. Eropa mengalami tahun terpanas dalam sejarah pada tahun 2024, dengan banjir, badai, dan kebakaran hutan yang mempengaruhi lebih dari 400.000 orang. Kerugian ekonomi, korban jiwa, dan kerusakan ekosistem menjadi kenyataan pahit yang tidak bisa diabaikan.
Dampak perubahan iklim juga bersifat sistemik. Krisis ini memperparah ketimpangan sosial, mengganggu ketahanan pangan dan air, serta memicu migrasi paksa. Oleh karena itu, mengatasi perubahan iklim bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga merupakan persoalan keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.
Peran Energi Terbarukan
Untuk menghadapi krisis iklim secara struktural, transisi menuju energi terbarukan merupakan solusi utama yang tidak bisa ditunda lagi. Energi dari sumber seperti matahari (solar), angin (wind), air (hydro), dan panas bumi (geothermal) merupakan energi bersih yang dapat menggantikan ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon tinggi.
Investasi dalam teknologi energi terbarukan tidak hanya membantu menekan laju pemanasan global, tetapi juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan ketahanan energi nasional, dan penguatan kemandirian ekonomi masyarakat. Menurut EarthDay.org, salah satu target global adalah meningkatkan produksi energi bersih hingga tiga kali lipat pada tahun 2030.
Negara-negara maju maupun berkembang perlu mengambil langkah konkret, seperti membangun infrastruktur energi hijau, memberikan insentif kepada pelaku usaha yang menerapkan prinsip ekonomi sirkular, serta menciptakan regulasi yang ketat terhadap pencemaran lingkungan. Transisi energi ini juga perlu dilakukan secara adil (just transition), agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kelompok masyarakat yang rentan.
Tindakan yang Dapat Dilakukan
Meskipun kebijakan besar sangat penting, perubahan yang berarti juga harus dimulai dari level individu dan komunitas. Setiap orang memiliki peran dalam menjaga keberlanjutan planet ini. Berikut adalah beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan:
- Mengurangi Konsumsi Energi: Gunakan peralatan hemat energi, matikan lampu dan perangkat elektronik saat tidak digunakan, serta manfaatkan pencahayaan alami.
- Mengurangi Penggunaan Plastik: Hindari penggunaan produk sekali pakai, bawa botol minum sendiri, dan gunakan tas belanja ramah lingkungan.
- Menanam Pohon dan Merawat Ruang Hijau: Pohon berperan penting dalam menyerap karbon dioksida dan menyeimbangkan ekosistem.
- Mengurangi Emisi Pribadi: Gunakan transportasi umum, bersepeda, atau berjalan kaki. Jika memungkinkan, gunakan kendaraan listrik.
- Mendukung Kebijakan Pro-Lingkungan: Ikut serta dalam kampanye pelestarian alam, ajak lingkungan sekitar untuk peduli, dan pilih pemimpin yang memiliki visi lingkungan yang kuat.
- Mengadopsi Pola Konsumsi Berkelanjutan: Konsumsi produk lokal, kurangi limbah makanan, dan pilih barang-barang yang diproduksi secara etis.
Hari Bumi 2025 bukan hanya sebuah perayaan simbolik, melainkan panggilan moral untuk bertindak secara kolektif. Dengan mengusung tema “Kekuatan Kita, Planet Kita”, dunia diajak untuk menyadari bahwa setiap individu memiliki peran vital dalam menentukan arah masa depan Bumi. Masalah lingkungan bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan tanggung jawab bersama lintas sektor dan lintas generasi.
Perubahan besar berawal dari langkah kecil. Mulailah dari rumah sendiri, dari kebiasaan harian, dan dari keputusan-keputusan sederhana yang memiliki dampak jangka panjang bagi kelestarian lingkungan. Mari jadikan Hari Bumi 2025 sebagai titik balik menuju masa depan yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan.
Komentar